Sebagai sebuah organisasi, tentu saja PMI tidak luput dari kritik. Berikut beberapa catatan saya tentang PMI.
Kawan Muda, Secara sederhana, dalam tubuh PMI terdapat 2 unsur utama : Unit Transfusi Darah dan Unit-unit lain (misalnya Unit Markas, Korps Sukarela dan Palang Merah Remaja). PP 18/1980 menugaskan kepada PMI untuk mengelola transfusi darah. Sedang unit-unit lain banyak terlibat dalam aktivitas kemanusian, seperti Search and Rescue (SAR), penanganan bencana alam maupun pelatihan keterampilan medis dasar kepada PMR, KSR maupun organisasi-organisasi masyarakat.
Dalam hal ini, saya memandang PMI perlu memegang prinsip bahwa UTD adalah implementasi dari PP tersebut dengan segala aturan penyerta dan pembatasnya dari kegiatan lain, termasuk unit-unit lain dalam PMI. Artinya, dibutuhkan transparansi kepada publik, bagaimana PMI mengatur pelaksanaan transfusi darah yang benar-benar terpisah dari kegiatan lain.
Publik sering curiga, melihat beberapa cabang PMI memiliki gedung yang terbilang mewah, juga banyaknya kegiatan PMI oleh unit-unit lain. Sumber dana PMI terutama berasal dari bulan dana PMI dan subsidi dari anggaran pemerintah/daerah di samping sumbangan dari masyarakat. Jumlah sumbangan masyarakat memang besar pada kondisi-kondisi seperti adanya bencana kemarin, tetapi secara umum tentu terbatas. Tidak jarang muncul tuntutan soal transparansi dana bencana ini.
Krtik soal transparansi tidak perlu ditanggapi dengan kaku oleh PMI. Tidak ada yang salah dengan tuntutan transparansi, karena jawabannya pun sederhana : buktikan bahwa memang transparan.
Hal menarik lainnya adalah duduknya para tokoh di jajaran pimpinan PMI. Bukan hal yang aneh memang, di Jepang pun keluarga Kaisar menempati posisi-posisi di Japan red-cross. Namun posisi mereka hanya di kursi kehormatan semacam badan pelindung.
Duduknya para tokoh di kursi-kursi operasional memang positif bila yang bersangkutan benar-benar mau berkiprah, dan tidak sekedar mencari posisi atau ketenaran. Akses, relasi dan wawasan mereka tentu berguna bagi kiprah PMI. Namun, yang sering terjadi, para pejabat atau mantan “orang penting” tersebut ternyata hanya pasang nama. Akibatnya keberadaannya justru menjadikan beban PMI, termasuk dalam hal menjunjung transparansi. Bahkan, siapa tahu sekarang PMI pun tidak luput dari “bidikan” para politikus dalam usaha “mencari pasar” ? Sekali lagi, bukan soal tidak boleh, tetapi efektifitasnya yang harus dinilai. ( Suhud )
Relawan PMI
Berita Teropong Sulsel Jaya
Komentar
Posting Komentar